apa yang kau lihat dalam hujan?
di balik rintiknya
di tengah detiknya
sebagian dirimu menerka
dan bagian lain menggeliat
lalu kau membaca
dengan kata yang berkaca
"Ini ulah siapa?", gumamku pada mata
berjuta kubik air menggenang
beribu suara tenggelam, mengenang
selembar daun yang berupa hilang
apa yang kau dengar dalam hujan?
di awal hadirnya
di ujung tafsirnya
tangan kita sudah tak mampu
menengadah awan yang hening
mengarak horison yang bening
lantaran celana jeansmu terangkat
terlalu tinggi untuk menuding
matahari
yang tak pernah turun
pada luka-luka kotamu
pada doa yang senantiasa
terbaring pada sinar yang murung
- rhariwijaya -
Label
- Astro (1)
- Case (3)
- Catatan (18)
- Cerita Mini (26)
- Cerpen (5)
- Enerzya (1)
- Kontemplasi (3)
- My Quotes (11)
- Puisi (28)
Kamis, 23 Januari 2014
Selasa, 14 Januari 2014
Cermin #22 - Tanpa Batas
Pagi itu berjalan seperti biasa, sampai seorang perempuan tua bermata
satu datang ke rumah. Anak-anak ketakutan, hingga aku mengusirnya meski
dia adalah ibuku sendiri. Pada suatu reuni teman lama, kudengar ibu
telah meninggal. Dan tiba-tiba saja penglihatan, pendengaran, dan hati
seperti lemari besi yang dibuka secara paksa. Oleh sepucuk surat yang
berisi bagaimana aku bisa melihat indahnya dunia dengan dua mata.
Langganan:
Postingan (Atom)