Label

Kamis, 26 Januari 2012

Setiap "sumbu" teropong bintang / teleskop memiliki sudut kemiringan tertentu terhadap permukaan Bumi. Teropong bintang di Rusia memiliki sudut kemiringan yang berbeda dengan teropong bintang di Lembang.



Pada gambar tersebut, sudut kemiringan tersebut adalah sudut a, dengan sumbu teropong mengarah tepat ke poros bidang ekuatorial yang menyebabkan teropong dapat berotasi terhadap "polar axis".
Seandainya Teleskop Refraktor Ganda Zeiss di Bosscha saya pindahkan ke Bontang, perlu dilakukan perubahan sudut kemiringan tersebut.
Mengapa harus ada sudut kemiringan? 

Jawabannya adalah karena "Bumi ini bulat".
 

Berikut gambar yang menjelaskan mengenai alasan harus dilakukan "kalibrasi" sudut kemiringan sumbu teleskop terhadap permukaan Bumi di tempat yang berbeda.



Dari gambar tersebut, besar sudut kemiringan sama dengan garis lintang tempat teleskop berada. 
Jadi, berapa sudut kemiringan sumbu Teleskop Refraktor Ganda Zeiss di Bosscha? #OSN2004

Selasa, 24 Januari 2012

15 Radial

Arrange them to a complete radial !
*you can rotate them in all directions..



Si Empat dan Si Tiga

Untuk memahami persegi, jadilah kalkulasi
Untuk memahami segitiga, jadilah segara
Untuk memahami trapesium, jadilah ekuilibrium


Minggu, 22 Januari 2012

Jember, What's Next?

Jember di sudut Jawa Timur,

Entah kata-kata apa yang tepat mewakili kota tempat ku habiskan masa kecilku ini selain slogan yang selalu terpampang di alun-alun dan beberapa tempat di sudut kota, Jember Terbina (Tertib, Bersih, Indah dan Aman). Masih teringat dengan jelas bagaimana bersepeda bersama teman-teman dengan canda dan tawa ke SD dekat rumah, menunggu angkutan kota di pagi yang berkabut ke SMP di pusat kota, berproses mengenal karakter dan arti dari persaudaraan di SMA, hingga akhirnya harus merantau sejauh 622 mil meninggalkan zona kenyamanan.

Jember tentu sangat berkesan bagi penduduknya, akan tetapi selalu terganjal sebuah "tanda koma besar" ketika menghadapi pertanyaan tentang pesona dan daya tarik wisata. Pantai Watu Ulo, Papuma, Pegunungan Rembangan, lalu di sini "tanda koma besar" yang saya maksud itu muncul. Mencoba terus mencari kalimat yang pas untuk bisa memuaskan para wisatawan yang seakan benar-benar ingin "menyetubuhi secara total" kota mungil ini. Sebuah potensi wisata yang dinamis dan selalu bisa menjawab pertanyaan : "Apa lagi?"

Berawal dari "tanda koma besar" inilah Dynand Fariz bersama Wong Jember mencoba untuk membangun sebuah budaya baru. Tema karnaval yang selalu segar dari imaji seluruh dunia, dengan proses kreatif sebagai "bumbu dapurnya". Setiap kostum adalah unik sekaligus sinting, selalu menggelitik siapapun yang melirik. Tak hanya hasil yang bisa kita petik, setiap individu saling berkompetisi satu sama lain, punya tanggung jawab penuh atas kostum kreasinya sendiri, dan akhirnya "tanda koma besar" itu tak lagi terhenti, terus berganti kulit tanpa mengenal "tanda titik".

Jika ada yang bertanya apa yang sedang dilakukan, akan kujawab bahwa Jember sedang membangun budaya-nya untuk masa depan. Budaya yang bisa menorehkan senyum kebanggaan tak peduli dimanapun anak cucuku nanti berada. Karena selama itulah Jember Fashion Carnaval (JFC) akan selalu menjadi tinta emas Indonesia.

Counting Down To JFC-XI held on July, 8th 2012   
Best Inspiration Carnival Indonesia 2011 - the 4th Venue Mice Award 2011