Label

Kamis, 16 Februari 2012

Simulacra Loteng Tua

ngomong-ngomong jam berapa sekarang?
oh, masih malam rupanya
berarti aku masih punya banyak waktu
karna esok pagi ku harus bercinta
bercinta dengan mentari
bercinta dengan hujan
jadi mari kita cukupkan malam ini saja

sebentar, sebenarnya aku ini siapamu?
dan kau itu siapaku?
yang ku ingat kita tak saling kenal
hingga kau datang dan duduk di depanku
tanpa isyarat, tanpa tanda-tanda

ya, aku ingat perdebatan itu
kata manis yang sekaligus pedas
menghantam imaji menelan makna
menghunus ego mengagungkan kebenaran

lalu aku bertanya,
kebenaran yang mana?

kau terdiam dan tertunduk
mencari solusi yang manusiawi
sedang aku melihat Izrail
tepat satu inchi dari pundakmu
keringat yang mulai menjerit
tak sabar menunggu kata dalam kamus
menjadi berwaktu dan bercinta

tapi kau masih di sana
dengan tatapan kafilah buta
memberiku satu lagi tanda tanya :
untuk apa kau bertahan?

dan kau jawab :
untuk siapa

loteng tua ini meringis
tak sanggup lagi menampung
dua tiga pemuda berdansa
berbisik sekaligus mengusik
menangis sekaligus mendesis
mengacaukan teorema romansa

tapi aku masih tak percaya
persamaan hanya pemanis kopi hitam
perbedaan adalah alkohol seribu warna
itulah paradigma antara kita
pembatas yang jelas di depan altar

tiba-tiba kau berdiri
menarik lenganku keluar loteng
sedang di luar gerimis menghujam
kau tumpahkan jejak jiwa
menyeret dan menyapu air mata
muntahan, cacian, hingga tamparan
aku jatuh dan tersiksa

itu masih belum cukup
kau ambil segenggam lumpur
perlahan namun tegas
kau usapkan merata pada wajah kita

aku berontak : kau pikir kita ini siapa?

aku kembali masuk
membasuh lumpur yang membusuk
di dalam loteng tua
kita berkisah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar